Rencana Strategis (RENSTRA) merupakan dokumen penting dalam perencanaan pembangunan yang disusun oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) sebagai pedoman pelaksanaan program dan kegiatan selama lima tahun ke depan. RENSTRA menjadi jembatan antara visi dan misi kepala daerah atau menteri dengan implementasi kebijakan di lapangan.
Agar dokumen RENSTRA efektif dan relevan, penyusunannya harus memperhatikan berbagai kebijakan lintas sektor dan tingkat pemerintahan. Tiga kebijakan utama yang sangat berpengaruh dalam penyusunan RENSTRA adalah kebijakan pembangunan berkelanjutan, reformasi birokrasi, dan desentralisasi atau otonomi daerah. Artikel ini akan membahas secara rinci ketiga kebijakan tersebut serta bagaimana implikasinya dalam proses penyusunan RENSTRA.
Konteks Umum Penyusunan RENSTRA
RENSTRA adalah dokumen perencanaan jangka menengah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan K/L/PD dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi yang bersangkutan. RENSTRA juga harus selaras dengan dokumen perencanaan yang lebih tinggi, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) atau Daerah (RPJMD).
Penyusunan RENSTRA harus melalui proses partisipatif dan berbasis bukti, agar kebijakan dan program yang ditetapkan tidak hanya normatif tetapi juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan aktual. Dalam konteks ini, kebijakan lintas sektor menjadi acuan penting untuk memastikan bahwa arah perencanaan tidak keluar dari kerangka pembangunan nasional dan internasional yang telah disepakati.
Kebijakan-Kebijakan yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan RENSTRA
A. Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pendekatan pembangunan yang menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup untuk generasi sekarang dan masa depan. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam seluruh dokumen perencanaan, termasuk RENSTRA.
Bappenas (2020) menekankan bahwa setiap K/L/PD harus mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan, antara lain:
Ekonomi: mendorong pertumbuhan yang inklusif dan adil;
Sosial: memperkuat kohesi sosial dan mengurangi kesenjangan;
Lingkungan: menjaga daya dukung dan kelestarian lingkungan hidup.
Selain itu, Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi rujukan global yang juga harus diinternalisasi dalam penyusunan RENSTRA. K/L/PD diharapkan memasukkan indikator-indikator SDGs dalam sasaran dan program mereka. Contoh penerapan dapat dilihat pada RENSTRA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menempatkan pengurangan emisi karbon dan rehabilitasi hutan sebagai prioritas utama.
B. Kebijakan Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan melayani. Dalam konteks RENSTRA, kebijakan ini menuntut agar seluruh proses penyusunan dan pelaksanaan rencana strategis mencerminkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Kementerian PAN-RB (2020) menekankan tiga tujuan utama reformasi birokrasi:
Efisiensi: mengurangi pemborosan sumber daya dan mengefektifkan struktur organisasi;
Transparansi: meningkatkan keterbukaan informasi dan akses publik terhadap kinerja pemerintah;
Akuntabilitas: memperkuat mekanisme pertanggungjawaban dalam penggunaan anggaran dan pelaksanaan program.
Dalam dokumen RENSTRA, K/L/PD harus menyusun target kinerja yang terukur (SMART: Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), mengembangkan indikator hasil, dan menyiapkan sistem monitoring serta evaluasi. Selain itu, pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) harus menjadi bagian dari strategi reformasi.
C. Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi adalah proses pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang lebih dekat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Otonomi daerah memberikan kewenangan bagi daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya sesuai dengan aspirasi dan potensi lokal.
RENSTRA di tingkat daerah harus disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip otonomi tersebut. Hal ini mencakup:
Identifikasi kebutuhan lokal secara partisipatif
Sinergi antara perencanaan daerah dan pusat
Pemanfaatan data lokal untuk mendukung perencanaan yang kontekstual
Kementerian Dalam Negeri (2017) menekankan bahwa penyusunan RENSTRA Pemerintah Daerah harus mencerminkan visi kepala daerah yang diterjemahkan ke dalam program dan kegiatan strategis, tanpa melanggar kerangka regulasi nasional.
Contoh nyata adalah integrasi antara RPJMD Kabupaten/Kota dengan program nasional pengentasan kemiskinan. Pemerintah daerah yang berhasil melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan dan pengawasan umumnya memiliki kinerja pembangunan yang lebih baik.
Tantangan dan Strategi dalam Integrasi Kebijakan Terkait
Integrasi kebijakan pembangunan berkelanjutan, reformasi birokrasi, dan otonomi daerah dalam RENSTRA tidak selalu berjalan mulus. Beberapa tantangan yang sering muncul antara lain:
Tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah
Keterbatasan kapasitas SDM perencana
Kurangnya data yang valid dan terkini
Kurangnya koordinasi lintas sektor dan tingkatan pemerintahan
Strategi untuk mengatasi tantangan tersebut meliputi:
Penguatan kapasitas aparatur perencana melalui pelatihan teknis dan pendampingan
Pemanfaatan teknologi informasi dan sistem informasi perencanaan
Pengembangan forum koordinasi perencanaan lintas sektor dan wilayah
Peningkatan peran partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan lokal
Penyusunan RENSTRA yang efektif dan strategis menuntut perhatian serius terhadap kebijakan pembangunan berkelanjutan, reformasi birokrasi, dan desentralisasi. Ketiga kebijakan ini bukan sekadar syarat administratif, tetapi merupakan fondasi dalam mewujudkan pemerintahan yang inklusif, responsif, dan berorientasi pada hasil.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip dari ketiga kebijakan tersebut ke dalam RENSTRA, K/L/PD dapat memastikan bahwa program dan kegiatan yang direncanakan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas layanan publik, serta mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Referensi
Kementerian Dalam Negeri. (2017). Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah